Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2021

Tiga Yang Ngakunya Tujuh

    Sore itu kunjungan dilangsungkan oleh calon mempelai pengantin pria, dia bersama keluarganya pergi ke rumah wanita itu untuk melihat seperti apa sih rupa wajah wanita yang sehari-harinya tertutup dengan kain yang menyisakan hanya kedua mata saja. Pria itu bernama Tomo, dikenal dengan panggilan Pak Tomo di kampungnya, karena dia memang guru, pembicara jalanan yang handal dan terkrnal di kampungnya, sebutan Pak Tomo pun sebagai penghormatan baginya. Sebenarnya ia sudah ditolak sebulan yang lalu, oleh Ayah wanita itu. setelah ia memberanikan diri tuk mengajukan lamaran ke pihak keluarga wanita. Entah ada musim apa di hati sang calon Bapak mertua yang berubah cepat sekali layaknya hati wanita.    Sebenarnya adik wanita Tomo "sisi" sudah mewanti-wanti agar kaka laki-lakinya tidak lagi meladeni keluarga itu, karena sisi merasa kakak sudah dipermainkan, dicampakan, tapi masih saja tak tau malu dan tetap maju. Sisi pasrah dengan tingkah laku kakaknya itu, ia merasa aneh dengan ka

DIJAGA, KALAU BICARA!

KALAU sudah bicara kasar atau bicara seenaknya tanpa pakai otak. Terimalah hasilnya tanpa pakai otak juga. Sesuatu yang diawali tanpa pikir harus ditrima dengan tanpa pikir juga. Tak usah terlalu sibuk tentang hasil yang membanggakan, bila itu dilakukan dengan hanya beralasan "mengisi waktu kosong" Ada lagi Bapak Brom namanya, hobinya bercocok tanam, walaupun sedikit tidak peduli dari hasil benih-benihnya yang telah banyak bertunas. Baginya selagi tetap bisa tumbuh dan bertunas, maka bukan masalah kalau menebar benih lagi dan lagi, selagi tanah masih subur dan benih tetap tumbuh. Meski tanah sudah tak terlalu subur seperti dulu, motto tak mau berubah "aku akan terus menaruh benih" Bapak Brom kren abis! Dia pernah punya impian, ingin punya tanah yang bisa menggemburkan dirinya sendiri tanpa siraman air dan pupuk darinya. Impian itu trus menancap di benak batok kepalanya. Pernah suatu hari Bapak Brom sedang kumat proteksi super dirinya, sehingga dia malas menyiram dan

Terlalu Ikut Campur

Seorang bernama Hijesu, ia punya teman dekat yang bernama Hutas. Kebiasaan Hijesu adalah berkepo ria kepada lawan bicaranya, terlebih karena sudah merasa seperti saudara. Dia menganggap salah satu saudara kentelnya adalah Hutas, ia kerap sekali menanyakan, "Apa yang sedang dialaminya baru-baru ini?" Tidak cukup sampai disitu, bahkan penyakit kepo-nya yang sudah terlalu akut, menggiring ke pertanyaan yang lebih privasi.  "Weh... Lama nih enggak kelihatan, masih hidup lu ya?" Sapa Hutas dengan sapaan sok akrab, tanpa pikir lagi bagaimana menyapa dengan santun. "Ya begini, seperti yang elu lihat." Jawan Hutas sekenanya. "Gimana-gimana? Masih betah jadi karyawan? Kapan nih bikin usahanya? Ciptakan lowongan kerjanya kapan?" Hijesu bertanya sambil memojokan. "Betah." Tanpa merespon pertanyaannya yang tak tau diri. Hutas tak terlalu menggubris Hijesu yang baru-baru ini lagi keracunan buku-buku motivasi resign dan memulai bisnis. Hijesu memang