Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2022

Hidup Menderita

    Oleh: Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari 24-May-2022    Kadang kita merasa bahwa hidup kita ini susah bahagia, penuh derita, sengsara terus menerus. Perasaan menderita, kurang bahagia sebetulnya bukan dimiliki orang-orang tertentu. Tak sedikit manusia salah sangka, jika menderita akan dialami orang yang mereka disebut marginal, serba kekurangan. Seperti misalnya kekurangan soal fisik, soal harta, soal rupa dan lain sebagainya.     Saya setuju jika kita memiliki “kekurangan”, maka kita punya peluang untuk menderita. Misalnya jika kurang harta, banyak keinginan yang tak dapat kita dapatkan. Kita hanya bisa terpana saat orang menontonkan propertinya, mobilnya, gadgetnya, kemewahannya.     Akan tetapi jika kita punya “kelebihan” apakah berarti kita bebas dan terjamin dari penderitaan? Pernahkah lihat orang kaya susah bahagia? Pernah lihat orang yang serba ada tapi gampang marah? Apakah orang yang gampang marah itu Bahagia? Tidak sama sekali. Sesekali marah adalah normal karena kita melihat ada

PELANGI PENGHANCUR MASA DEPAN

Oleh : Irene Radjiman    Ini kisah nyata terjadi pada tahun 2016 Saat itu di akun fb saya yang sudah tumbang, saya sering posting kegiatan saya saat masih mengajar di sekolah pilot.     Ada 1 orang teman fb saya, seorang ibu yang menanyakan bagaimana caranya agar bisa masuk ke sekolah pilot tersebut. Kami saling bertukar nomor wa hingga akhirnya si ibu tersebut datang langsung ke kantor saya bersama anaknya yang akan dimasukkan ke sekolah pilot.    Di ruangan saya kami ngobrol banyak. Dengan biaya pendidikan sekitar 500 juta saat itu, beliau tidak keberatan. Admin kami menyarankan sebelum mendaftar baiknya dilakukan dulu medical check-up secara pribadi untuk meyakinkan calon siswa benar-benar sehat secara fisik. Jadi waktu mendaftar nanti saat medical examinition sudah yakin 100% lulus. Ibu itu setuju.    Dua pekan kemudian masuk wa ibu tersebut dengan emot menangis.    "Mbak Iren, saya tidak jadi memasukkan anak saya ke sekolah pilot tempat mbak Irene 😭😭😭"    "Lho ke

Tetapkan Niat, Jelaskan Tujuan

   By: Abah Ihsan    Bayangkan Anda hendak pergi ke sebuah tempat tapi tanpa tujuan? Apa yang terjadi? Mungkin hanya muter-muter tidak jelas. Kenyataannya, dalam setiap langkah tidak mungkin tidak punya tujuan. Meski seseorang mengatakan "Saya tidak ada tujuan apa-apa, cuma sekadar silaturahim!" ya silaturahim itu sendiri sebetulnya adalah tujuan dia bukan?     Meski makna silaturahim ini seringkali disalahkaprahkan ketika hanya ada perlu, punya kebutuhan, mau minjem uang dan lain-lain. Padahal silaturahim yang sebenarnya adalah kita menjalin kasih sayang sehingga yang kita kunjungi kita anggap "serahim" dengan kita.    ~  Punya Anak? ....    Artinya jika kita punya niat silaturahim justru kita yang menawarkan "kasih sayang" pada yang kita kunjungi bukan malah "meminta" sesuatu pada mereka.    Niat itu bahasa arabnya, salah satu makna dalam bahasa kita adalah "tujuan". Perbuatan seseorang itu dinilai dari niatnya. Kita sering dengar ist

Temukan Motif Yang Kuat

   By: Abah Ihsan    "Saya pengen deh punya anak!" Sebaiknya, pikirkan dengan baik jika sekadar pengen. Please... kasihan anak jika sekadar pengen. Buat Anda yang belum menikah dan tentu saja belum dikaruniai anak, atau yang sudah menikah dan belum dikaruniai anak tolong pikirkan baik-baik sebelum memutuskan untuk menginginkan anak. Tulisan ini tentang KESADARAN diri setiap orang yang memutuskan punya anak.        Memutuskan punya anak itu harus SADAR DIRI bukan pingsan, bukan FOMO, bukan ikutan-ikutan, bukan karena orang lain, bukan karena terpaksa, bukan karena tidak ada tujuan, bukan.. Kasihan anak-anak yang dilahirkan ke dunia kalo motifnya gitu doang.     Setiap orang harus SADAR bahwa mereka punya anak itu NIAT, NIAT BANGET karena ada tujuan. Karena ada kebutuhan, bukan sekadar pengen. Jadi apa tujuan kalian punya anak? Jika punya tujuan, pasti akan mencari jalan, menyediakan waktu, menyediakan tenaga, pikiran dan akan menantang segala kesulitannya. Bukan dilepaskan beg

Ketergantungan

    Pasti ada saling ketergantungan, selagi masih dalam hal yang wajar dan manusiawi kenapa enggak? Seperti tukang tambal ban, pedagang kaki lima, warung makan, tukang sol dll. Dulu sebelum sabun dikenal seperti sekarang ini, pasti ada aja yang merasa kalau pakai sabun buat mandi dan nyuci itu dosa atau merasa bersalah.    Sekarang ada sampo, odol, dan banyak lagi. Tapi masih ada aja yang beranggapan, "Nanti ketergantungan." Padahal emang apa-apanya di dunia ini serba ketergantungan jatuhnya. Kenapa tidak, pelajar butuh buku, pena, penghapus dan sebagainya.    Nah! Ini ada sebagian orang yang enggak mau pakai deodorant, kalau badannya se-wangi melati atau anggrek mungkin boleh-boleh aja. Lah ini! Se-bau kerbau, lebih bau lagi, bikin pusing kalau ada di sampingnya.    Terus masih aja beralasan "Nanti ketergantungan jatuhnya, kalau enggak pakai sekali bakal lebih bau berkali lipat." Ya udah coba aja zaman sekarang mandi enggak pakai sabun, nyuci baju enggak pakai dete

Tidak Berharap

Gambar
          Rasa sakit datang biasanya sejalan dengan rasa harap yang terlanjur lebih dan lebih, sehingga ketika harapan tak terwujud terbitlah kecewa. Jangan terlalu berharap, bahkan tak usah berharap pada manusia, mereka pasti mati.    Bisa saja menepati janji sebelum mati, bisa juga mati dulu dan janji pun tergantung. Ada memang sebagian manusia yang seolah menjadikan dirinya master penentu akan kejadian-kejadian di depannya.    Sebenarnya tak begitu. Kejadian di depan sana belum tentu terjadi akan kerja keras seseorang atau siapa pun, karena apa pun yang telah sangat diharapkan dapat berubah kapan pun itu tanpa mengenal perencanaan hebat si manusia.    Lebih-lebih seorang pria yang terlalu berharap dengan wanita yang digadang-gadangkan akan menjadi teman terakhirnya hingga tutup usia. Ternyata kenyataannya berjalan lain, wanita itu lebih memilih pria lain yang menurutnya lebih mumpuni.    Di sebuah pelataran para penghafal pun demikian. Ada seorang pembina yang terlanjur menaruh hara

Perasaan Setan

Gambar
        Sudah lima kali perempuan itu berganti sarung. Hingga di sarung kelima yang baginya cacat, tak bisa menutupi kaki dan mulutnya yang terlampau panjang, maka telah ditentukan pada hari Rabu 4 Mei 2022 jam 03.00 pagi untuk membuangnya.     Dengan harapan langsung membeli sarung baru yang lebih sempurna serta dengan harapan bisa menutupi kaki dan mulutnya. Karena tempat pembelian sarung itu dilakukannya di tempat yang berbeda-beda.    Bahkan hampir di titik tempat pembuatan sarung terbaik. Sebenarnya kelima sarung yang telah dibuang perempuan itu produksinya telah terkenal sampai ke berbagai benua. Tetap saja perempuan itu merasa kelima sarungnya cacat semua dan sangat tak bisa memenuhi kebutuhannya.    Ternyata kelima tempat produksi sarung itu telah bekerja sama tanpa sepengetahuan perempuan itu. Semua titik produksi penghasil sarung yang ada di seluruh dunia ini telah sepakat tak akan menerima pembelian sarung dari perempuan yang berkaki dan bermulut panjang. Walaupun dengan seh

Menghindari Kesusahan

Gambar
        Sebuah keluarga Asjaja yang terdiri dari Ayah Ibu dan Anak. Mereka bertiga sudah cukup lama bersama, si Ibu tetap kekeuh dari awal nikah hingga puluhan tahun lamanya bahtera itu berlayar untuk makan yang hanya di perasaannya.     Ayah pun sudah tinggal lama dalam sebuah ruangan gelap sangat jauh dari cahaya, ruangan itu adalah tempat 'bosan' diproduksi. Memang nampaknya setiap hari, pekan, bulan, bahkan tahun, dia selalu terlihat baik-baik saja.     Kenyataannya jiwanya bukan jiwanya yang dulu lagi. Gelagat raganya hanya kedok palsu dari kematian toleransinya. Ibu takkan pernah tahu dan takkan pernah mau tahu itu, yang terpenting makan dan hidup semau yang diinginkan.    Perintah Ayah bagi Ibu hanya buyutnya para bangkai. Tak ada. Anak itu, dia pun tumbuh dalam jiwa yang bercampur antara kebencian dan kemaluan. Malu, dia sangat merasa malu punya Ibu yang berhati duri.    Tentu Anak itu sudah sangat mengerti karakter kedua orang tuanya. Agar tak tampak keberpihakannya ke

126Juta

   Yes, hampir semua ditentukan oleh banyaknya nominal yang dimiliki atau yang belum dimiliki. Tak bisa dielakkan.     126juta totalnya, pun masih dirasa kurang, rasa cukup sudah amat sangat langka keberadaannya. Barang nadir.    Setiap ada orang-orang yang menyeru akan pentingnya menghadirkan rasa cukup di setiap diri insan, kecaman pun telah siap menghujam bagai hujan yang deras.    Tak peduli hal itu benar atau salah, intinya berlimpah, berlimpah, dan berlimpah. Meski pada akhirnya semua itu akan ditinggalkan.    Memang hal itu bisa dibawa, tapi tak sedikit yang hanya menjadikan hal tersebut hanya sebuah tameng tebal yang tak mungkin ditembus.    Apa maunya?

Kebetulan Ngasuh

Gambar
           Perjodohan itu terpaksa dilaksanakan, dengan tingkat penolakan yang berbeda dari tiap individu. Yang laki-laki mengharapkan dari perempuan yang dijodohkan itu seorang  perempuan yang bersifat seperti tosca priangan timur.    Harap tinggallah harap, tak semua yang dianggap buruk memang betul-betul buruk, kadang malah baik, meskipun tetap saja terlihat buruk dan menyesakkan hati. Yang perempuan pun tak jauh, harapannya terlalu tinggi digantungkan pada dunia fantasinya.    Ingin sosok laki-laki yang serba ada segalanya sesuai dengan daya khayalnya tentang laki-laki yang idealis, tapi apalah dikata, kenyataan lebih membungkam semuanya. Semuanya pun tetap berjalan meski dengan takaran 'kekecawaan-nya' masing-masing.    Nampaknya mereka menjalaninya karena pengaruh musim, bukan karena kesadaran, acuh terhadap evaluasi diri, terlebih mental kerupuk yang lebih dominan menyelimuti mereka. Seolah slogan "b.a.b dan b.a.k mau nyebok gak mau" tak berlebihan jika disemat