Mendefinisikan Keinginan (Kesenangan) dan Kebutuhan

    


   Oleh: Abah Ihsan


   Ini prinsip yang harus dipegang semua orangtua:

   Kebutuhan anak wajib dipenuhi, kesenangan anak wajib dibatasi. Mengapa demikian? Kebutuhan anak adalah memang kewajiban orangtua, sementara kesenangan anak, dalam batas tertentu boleh dipenuhi orangtua, tapi harus memiliki limitasi atau batasan. Mengapa kesenangan harus dibatasi? Karena sesungguhnya kesenangan hanya akan tetap terjaga "nilai" kesenangannya jika terbatas. Bahkan sebagian kesenangan dapat merusak jika tidak dikendalikan. 

   Contoh, kita senang berwisata karena kita jarang melakukannya. Coba Anda wisata tiap hari selama 1 tahun. Mungkin Anda akan tetap senang melakukannya, tapi lama kelamaan nilai "excitement" dari kesenangan tersebut berkurang bukan?

   Sebagian besar kita tentu senang jika dapat memiliki kesempatan untuk jalan-jalan ke Bali misalnya. Tapi bagi orang Bali, jika ada pilihan berwisata ke luar Bali tentu nilainya akan berbeda. Maka seumur-umur saya tinggal di Bandung rasanya hampir tidak pernah kami sekeluarga foto-foto di depan Gedung Sate, Bandung. Mungkin suatu hari, saya harus mencobanya.

   Kita senang makan durian karena boleh jadi jarang. Coba tiap hari makan durian selama setahun, apa yang terjadi? Boleh jadi tetap senang, tapi nilai kesenangan itu tidak akan seantusias jika jarang. Beda misalnya dengan makan nasi, karena "kebutuhan", maka ya tidak bosan makan nasi.

   Alasan kedua kenapa kesenangan harus dibatasi, karena kesenangan itu dapat merusak anak dan melalaikan anak dan boleh jadi akhirnya membengkokan anak pada tujuan "lurus" untuk menggapai mimpi-mimpi baiknya. Adalah normal anak-anak yang belum memiliki beban kehidupan, belum menanggung kehidupan oleh dirinya sendiri, dia hanya berorientasi pada kesenangan, bukan pada kebutuhan. Maka, soal main gadget dan internet misalnya.

   Mungkin ada sebagian Anda yang berpikir "content" gadget dan internet banyak loh manfaatnya. Anak dapat belajar banyak hal yang baik seperti belajar fisika, kajian agama, belajar bisnis, bahasa asing dan lainnya. Tapi yakinkah saat anak berselancar di internet dengan gadget mereka sebagian besar waktu mereka akan dihabiskan untuk hal-hal yang bermanfaat ini? Jika tanpa pendampingan silahkan Anda simulasi. Berikan anak Anda gadget dan internet lalu tanpa pendampingan.

   Mereka akan lebih banyak nonton National Geographic atau Netflix? Mereka akan lebih banyak nonton kajian agama di Youtube atau hiburan?

   Inilah fungsi dan peran orangtua untuk dapat mendampingi dan membimbing anak sampai anak-anaknya benar-benar dianggap mature atau memiliki kedewasaan. Jika anak sudah dewasa ya silahkan tidak usah lagi didampingi dan tidak usah diberikan batasan-batasan secara langsung. Apa ciri dewasa? Mampu mendahulukan kebutuhan daripada kesenangan, mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi.

   Usia berapa dianggap dewasa? Tentu kematangan tiap anak berbeda. Tapi dari berbagai literatur "zaman now" ternyata yang mengejutkan kematangan tubuh anak makin cepat, kedewasaan anak makin lambat. Bahkan kajian terkini menyebutkan kedewasaan anak ada di rentang usia 25 tahunan. Wow! (Sumber: https://www.npr.org/templates/story/story.php?storyId=141164708)

   Jadi kesimpulannya anak-anak ini ternyata malah makin lambat untuk menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab pada dirinya sendiri. Pertanyaannya, mengapa kedewasaan anak menjadi lambat? Penjelasannya panjang banget. Tapi jika disimpulkan kira-kira, anak-anak ini terjebak dengan kesenangan dan gaya hidup yang melenakan mereka sejak kecil. Mereka, tidak terlatih "menanggung" beban kehidupan sehingga akhirnya mereka terjebak dengan lingkaran kesenangan yang terlalu lama. 

   Kasus seperti anak-anak yang pengen ini dan itu yang hanya ingin memuaskan kesenangan mereka pada pada orangtua dan jika tidak dipenuhi keinginannya marah, ngamuk, kabur dari rumah, akan makin marak terjadi. Ketika orangtua tidak memilik kompetensi yang cukup menghadapi perilaku anak seperti ini apa yang akan terjadi? Anak ini akhirnya makin bertambah usia bukan makin berkontribusi pada kehidupan masyarakat akhirnya malah jadi "benalu" untuk masyarakat, bahkan setelah orangtua meninggalkan dunia sekalipun.

   "Anak pertama saya punya HP sejak kelas 3 SMP, dan pembelian HP ini memang uangnya dia kumpulkan sejak SD setiap mendapatkan beasiswa dari perusahaan tempat saya bekerja. Tetapi setelah pegang HP, nilainya turun. Dan saat ini anak saya minta PC game. Saya coba terapkan seperti dulu lagi agar dia bisa kembali lagi utk dapat beasiswa, tetapi anak ini selalu meminta PC dgn halus dan kadang-kadang dianya nangis kerena belum di turutin kemauannya. 

   Hal ini sudah berjalan sejak bulan Januari 22 dan sampai sekarang pun belum saya belikan. Begitu juga usaha anak ini untuk terus meminta untuk dibelikan PC. Mohon sarannya Abah, sampai saat ini pun nilainya belum di standard Beasiswa dan sampai saat ini belum saya belikan PC game yg dia inginkan."

   Kalimat tadi adalah salah satu contoh dimana anak-anak yang belum dewasa akan terus "berikhtiar" untuk mendapatkan pemuasan atas kesenangannya. Apa yang dapat kita lakukan? Apakah tidak boleh anak bersenang-senang?

   Jawabannya kembali pada prinsip seperti apa yang saya tulis di awal: Orangtua harus mampu memberikan batasan. Bahkan jika memang kesenangan itu menganggu, kesenangan itu harus dicabut. Kesenangan boleh dilakukan anak hanya jika dibatasi dan tidak mengganggu kebutuhannya. Dalam kasus anak minta PC Games, lihatlah, dengan gadgetnya saja tanpa PC games, kegiatan yang benar-benar sebagai perwujudan kebutuhan seperti sekolah, belajar formal saja terganggug apalagi jika dikasi PC Games bukan?

   Contoh lain, handphone itu ditujukan agar manusia dapat berkomunikasi dengan mudah terhadap sesamanya. Akan tetapi jika keberadaan handphone justru malah membuat manusia susah berkomunikasi, maka ya harus dikurangi penggunaannya.

   Setelah anak punya HP misalnya anak jadi rajin komuniikasi atau jadi minim komunikasi? Antar tetangga jadi sering ngobrol atau arang ngobrol? Suami istri saat pegang hape di rumah jadi sering berbicara atau malah diem-dieman? Bahkan saat "family time" restoran, mall, tempat rekreasi penuh oleh pengunjung. Saat-saat itu mereka anggota keluarga ini saling bercengkrama atau lebih sering lihat screennya masing-masing?

   Jika memang menganggu komunikasi, pada dasarnya merusak komunikasi, tidak mencapai tujuan awal benda itu diciptakan. Hanya manusia yang berakal yang mampu dapat mengendalikan dirinya dan lalu terus melakukan perbaikan.

   Dan untuk "meneggakkan" prinsip kebutuhan anak wajib dipenuhi, kesenangan anak wajib dibatasi itu butuh effort, butuh kerja keras, butuh lelah, butuh cape dan butuh sabar. Agar dapat mencapai tujuan semua itu butuh keterampilan pengasuhan. Jika tidak, sebagian kita hanya akan kalan oleh tangisan, rengekan, amarah dari anak.

   Ketika orangtua tidak mau menghadapi tangisan anak itu dan mewujudkan keinginan (kesenangan) anak, maka yang terjadi boleh jadi tak sedikit orangtua setelah tua dibuat nangis dan mengurut dada terus-terusan melihat perilaku anaknya yang makin tak beradab.


-Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari

- -

¹https://www.instagram.com/p/CgLp5dyhuWd/


Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAGI YANG MENGHARAM- KAN KATA 'JANGAN', INGATLAH AL-QUR'AN!

Tetapkan Niat, Jelaskan Tujuan