Menang Sendiri Sampai Mati
Terbesitlah butiran-butiran menang dari sudut egois
Memulainya, menghakimi, dan menjustifikasi.
Keahlian tak terbantahkan, memuntahkan rasa ketidaksukaan tanpa analisa dan korelasi diri kalau sebenarnya yang lebih pantas dimutilasi pendapat adalah diri sendiri.
Merengkuh, terdiam, meminimalisir kerusakan untuk banyak kalangan. Tak bisa mendengar hanya bisa didengar. Berpergian sebagai alasan yang tak bisa terbantahkan. Menetap hanya akan mendatangkan kepenyakitan dan kematian.
Hidup dalam mati, kepatuhan hanya semboyan yang akan digunakan di tempat tertentu, lebih tepatnya tempat sampah rombeng yang dipenuhi muntahan serta belatung yang bergeliat untuk menyuarakan keinginannya yang harus selalu dipenuhi sampai mati.
Sudah berbentuk rombongan, rombongan menang sendiri enggak ada yang ngalahin sampai mati. Orang-orang sekitar pun tak ada yang berminat meruntuhkan sifat alamiah rombongan itu, terlalu beresiko, sangat menghabiskan banyak waktu berharga jika harus berseteru dengan lapisan-lapisan seperti itu.
Seolah hidup ini diciptakan hanya untuk berseteru sampai urat leher hampir putus untuk menyuarakan "saya, kami, dan kita adalah benar, kalian, kamu, dan mereka adalah salah. Keinginan dan ambisi kami sudah bulat, yang lain enggak boleh coba mengganggu gugat, taruhannya sekarat bukan lagi penjara!"
Mengerikan!
Terkutat, eh terkuat! Kumpulan terkuat seantero Nateg. Yang nekat melawan hanya yang memang sudah bosan hidup dan siap mati!
Menang sendiri ....
Sampai mati ....
Komentar
Posting Komentar