Menghindari Kesusahan
Sebuah keluarga Asjaja yang terdiri dari Ayah Ibu dan Anak. Mereka bertiga sudah cukup lama bersama, si Ibu tetap kekeuh dari awal nikah hingga puluhan tahun lamanya bahtera itu berlayar untuk makan yang hanya di perasaannya.
Ayah pun sudah tinggal lama dalam sebuah ruangan gelap sangat jauh dari cahaya, ruangan itu adalah tempat 'bosan' diproduksi. Memang nampaknya setiap hari, pekan, bulan, bahkan tahun, dia selalu terlihat baik-baik saja.
Kenyataannya jiwanya bukan jiwanya yang dulu lagi. Gelagat raganya hanya kedok palsu dari kematian toleransinya. Ibu takkan pernah tahu dan takkan pernah mau tahu itu, yang terpenting makan dan hidup semau yang diinginkan.
Perintah Ayah bagi Ibu hanya buyutnya para bangkai. Tak ada. Anak itu, dia pun tumbuh dalam jiwa yang bercampur antara kebencian dan kemaluan. Malu, dia sangat merasa malu punya Ibu yang berhati duri.
Tentu Anak itu sudah sangat mengerti karakter kedua orang tuanya. Agar tak tampak keberpihakannya ke salah satunya, dia pun hidup dengan corak raga dan wajah palsu selama Ibu masih bersama mereka.
Ayah tahu Anaknya pun condong seperti dirinya, tapi dia bersikap sewajarnya agar Ibu mengira semua berjalan baik-baik saja serta sesuai kehendaknya. Ketika di dunia sekolah, Anak itu sangat lihai mengidentifikasi karakter perempuan berhati duri.
--
Sumber gambar: pixabay
Komentar
Posting Komentar